GPPH NKRI Tolak RUU KUHAP

Kriminal443 views

TOLAK: Panitia dan narasumber Focus Group Discussion (FGD) Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP.

MEDAN – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih terus berlangsung di DPR RI.

RUU KUHAP terkait kewenangan lembaga penegak hukum di Indonesia (dominus litis) belakangan ini menjadi sorotan. Pasalnya, terdapat beberapa pasal yang jika dipaksakan akan menimbulkan polemik karena akan terjadi tumpang tindih kewenangan.

“Demi menjaga kepastian penegakan hukum, kami yang terdiri dari advokat, dosen dan mahasiswa hukum membuat wadah Gabungan Praktisi Peduli Hukum (GPPH) NKRI yang dibangun oleh rasa empati dalam dunia penegakan hukum di Indonesia,” ujar Ketua Panitia Focus Group Discussion (FGD) Rancang Undang-Undang (RUU) KUHAP terkait kewenangan lembaga penegak hukum di Indonesia, Famati Gulo SH, MH, Kamis (13/2) di Medan.

Famati Gulo menegaskan sangat tidak setuju terhadap RUU KUHAP tersebut. “Saya tidak setuju dengan RUU tersebut karena akan menambah masalah,” tegasnya.

Turut hadir sebagai pembicara dalam FGD tersebut, Assoc, Prof, Faisal SH, MHUm, Dekan FH UMSU, Sekretaris Prodi Magister Ilmu Hukum, USU, Dr Mahmud Mulyadi, SH, MHum, Dosen Hukum Tata Negara USU, Dr Mirza Nasution, SH, MHum dan Wakil Dekan Fakultas Hukum, UISU, Dr Panca Sarjana Putra, SH.

Famati Gulo, SH, MH mengatakan yang paling berbahaya ketika jaksa mendapat kewenangan sebagai penuntut dan penyidik dikhawatirkan terjadinya kewenangan yang berlebih. Sebaiknya polisi difokuskan sebagai penyidik dan jaksa sebagai penuntut.

“Kita minta KUHAP dievaluasi agar polisi diperkuat sebagai penyidik dan Jaksa sebagai penuntut sehingga dapat tercipta keseimbangan,” tambahnya.

Sementara, Assoc, Prof, Faisal SH, MHUm, Dekan FH UMSU dalam pemaparannya menyampaikan, carut marutnya penegakan hukum di Indonesia karena tidak ada peradaban hukum. Saat membaca RUU KUHAP nyaris tidak ada spirit peradaban hukum.

“Penegakan hukum kita ini tidak beradab karena tidak punya akhlak dan etika. Karena yang membuat peraturan perundang-undangan sesuka hatinya,” ungkapnya.

Sekretaris Prodi Magister Ilmu Hukum, Dr Mahmud Mulyadi, SH, MHum dalam pemaparannya mengatakan, RUU KUHAP harus mempertegas hukum. Pemungsian kembali asas difresiansi dan saling menghormati dalam satu tujuan penegakan hukum penting.

“Intinya Criminal Justice System (CJS) yang integrasi keharmonisan bekerja dalam bingkai lembaga masing-masing tapi ada satu kordinasi dengan visi bersama penegakan hukum. Sehingga penegakan hukum mindsetnya tidak hanya menghukum orang, tapi bagaimana mengedepankan hak-hak tersangka dan korban. Mindset ke depan tidak lagi pada pola pemidanaan. Mindset kita jangan sampai orientasinya ke pemidanaan. Sehingga mengurangi over kapasitas,” ungkapnya.

Sementara Komisi III DPR terus mematangkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Sejumlah pihak diundang untuk dimintakan pandangan dan masukan. (*)

Penulis : william

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *