SIDANG : Dokumen foto saat terdakwa Kemurahan Waruwu menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan.
MEDAN – Mantan Bendahara Pengeluaran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Nias Selatan (Nisel) periode 2018 hingga 2019 Kemurahan Waruwu, Rabu (23/4/2025) di Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan dituntut agar dipidana 28 bulan (2 tahun dan 4 bulan) penjara.
Selain itu, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Nisel juga menuntut terdakwa agar dipidana denda Rp50 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, terdakwa dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2), (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1e KUHPidana jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Yakni secara berlanjut menyuruh atau turut serta menyalah gunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya mengakibatkan kerugian keuangan negara.
UP
Oleh karenanya, tim JPU dikoordinir Lintong Samuel tersebut menuntut Kemurahan Waruwu dengan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp290.819.809.
“Dikurangi Rp150 juta dari yang telah dititipkan terdakwa ke rekening penampungan lainnya Kejari Nisel. Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang penuntut umum.
Bila nantinya harta benda terpidana tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 1 tahun dan 4 bulan penjara.
Cipto Hosari Nababan pun melanjutkan persidangan pekan depan untuk mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari warga Jalan Baloho, Kelurahan Pasar Teluk Dalam, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nisel maupun tim penasihat hukumnya.
Sebelumnya Kemurahan Waruwu didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama Erwinus Laia selaku Kadis PUPR Kabupaten Nisel, juga Pengguna Anggaran (PA). Pemkab Nisel Tahun Anggaran (TA) 2018 semula menggelontorkan anggaran untuk Dinas PUPR sebesar Rp126.831.273.280,20 untuk belanja langsung dan tidak langsung.
Angka tersebut mengalami Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) menjadi Rp142.604.661.856.
Secara bertahap, Erwinus Laia selaku PA mengajukan Surat Perintah Membayar Uang Persediaan (SPM UP) kepada Kuasa Bendahara Umum Daerah (BUD) Kabupaten Nisel Edina Marturiana Duha.
Edina Marturiana Duha kemudian mentransfer dana tersebut ke rekening pada Bank Sumut Cabang Teluk Dalam atas nama Dinas PUPR / terdakwa Kemurahan Waruwu, selaku Bendahara Pengeluaran.
Tertanggal 13 Februari 2018 untuk keperluan Pembayaran UP Kebutuhan Dinas PUPR Kabupaten Nisel Rp500 juta. Tanggal 31 Mei 2018 untuk keperluan Pembayaran Ganti Uang Persediaan I (GUP-I) Dinas PUPR sebesar Rp479.044.968. Pada tanggal 15 Oktober 2018 (Rp485.039.009)
Tanggal 18 Oktober 2018 (Rp485.039.009), tanggal 28 Desember 2018 (Rp499.904.487), tanggal 31 Desember 2018 (Rp499.904.487).
“Terdakwa kemudian menggunakan uang tersebut untuk membiayai kegiatan belanja langsung kepada beberapa pihak ketiga, tanpa didukung dengan surat pesanan atau surat order yang diterbitkan dan ditandatangani oleh saudara almarhum Ingatan waruwu. selaku Kepala Sub Bagian Ketatausahaan Dinas PUPR Kabupaten Nisel,” urai JPU Herianto Marbun.
Rekayasa
Terdapat 141 lembar bon Belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) / gas dan pelumas yang tidak pernah dibelanjakan pada PT Duta Selatan Cemerlang dan PT Mitra Nisel yang merupakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) pada Kabupaten Nisel.
Terdakwa Kemurahan Waruwu selaku Bendahara Pengeluaran telah membuat atau merekayasa dokumen pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran Belanja BBM /gas dan pelumas sehingga Surat Pertanggungjawabannya seolah-olah sudah direalisasikan dan dilengkapi. Namun faktanya, tidak dapat dipertanggung jawabkan secara lengkap dan sah.
Modus serupa juga terjadi pada belanja Alat Tulis Kantor (ATK). Di pihak lain, Erwinus Laia sebagai PA lagi-lagi mengesahkan pembayaran kwitansi / tanda pembayaran belanja penyediaan barang cetakan dan penggandaan, tanpa mengecek kebenaran laporan pertanggungjawaban terdakwa Kemurahan Waruwu.
‘Kebocoran’ uang negara juga terjadi pada Belanja Penyediaan Makanan dan Minuman (26 bon) tidak pernah dibelanjakan. Terdakwa selaku Bendahara Pengeluaran telah membuat atau merekayasa secara fiktif dokumen pertanggungjawaban.
Belakangan, Erwinus Laia mengetahui ‘permainan’ terdakwa dan memintanya untuk mengembalikan Belanja Langsung pada pihak ketiga. Namun dengan cara meminta terdakwa menggelembungkan (markup) kwitansi pembayaran kepada para perusahaan pihak ketiga, untuk menutupi uang yang telah diterimanya dari Kemurahan Waruwu. (*/wil)