3 Terdakwa Kuasai Aset PT KAI (Persero) Diadili, 1 di Antaranya Anak Mantan Wali Kota Medan

Kriminal6 views

SIDANG : Ketiga terdakwa menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Medan.

MEDAN – Tiga terdakwa tindak pidana korupsi karena tanpa hak menguasai dan mengusahai aset Kereta Api Indonesia (Persero) di dua lokasi berbeda, Senin (23/6/2025) diadili di Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan.

Para terdakwa yakni Johan Evandy Rangkuty, kebetulan anak dari mantan Wali Kota Medan -2 periode tahun 1980 hingga 1990- almarhum Agus Salim Rangkuty.

Dua lainnya, Risma Siahaan
dan adiknya, Ryborn Tua Siahaan (berkas penuntutan terpisah).

Tim JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Julita Purba dan Fauzan Irgi Hasibuan secara bergantian membacakan dakwaan di hadapan majelis hakim diketuai Dr Sarma Siregar.

Johan Evandy Rangkuty dapat menguasai lahan dan bangunan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No 32 Medan tersebut dikarenakan ayahnya, almarhum Agus Salim Rangkuty merupakan seorang perwira militer dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Wali Kota Medan menempati aset PT KAI (Persero).

“Tidak mengembalikan tanah dan bangunan milik PT KAI (Persero). Memperkaya diri terdakwa sebesar Rp50 juta yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp13.579.970.000,” urai Fauzan Irgi Hasibuan.

Ayah terdakwa tidak memanfaatkan tanah dan bangunan tersebut. Kemudian pada tahun 1997 tersebut terdakwa Johan Evandy Rangkuty memanfaatkan tanah dan bangunan tersebut untuk usaha warung internet (warnet) dan warung telekomunikasi (wartel) sampai akhir tahun 2007.

Kemudian sekitar tahun 2010 terdakwa Johan Evandy Rangkuty mendatangi kantor almarhum Januari Siregar di Jalan Biduk, Medan dan menawarkan untuk menggunakan lahan dan bangunan tersebut dengan mengganti uang sebesar Rp50 juta.

Namun pada tanggal 16 November 2010, berdasarkan dokumen Pengalihan Hak Dengan Ganti Rugi, terdakwa Johan Evandy Rangkuty melakukan pengalihan hak dengan ganti rugi senilai Rp200 juta atas tanah sempat ditempati ayahnya, juga aset PT KAI (Persero) di Jalan Durian Nomor 17 Medan kepada almarhum Januari Siregar.

Dokumen tersebut ditanda tangani oleh terdakwa warga Jalan Cempaka Putih Timur 3, Kelurahan Cempaka Timur, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat (KTP) / Jalan Mesjid Nurul Yaqin, Perumahan Cinangka River View A6, Sawangan, Depok tersebut dan Irma Rahayu Nasution, sebagai pihak pertama.

Sedangkan almarhum Januari Siregar sebagai pihak kedua dan Tetty Siregar serta Arnold Samosir selaku saksi yang selanjutnya dilegalisasi oleh saksi Mercy Rumiris Siregar selaku Notaris dengan Nomor 314-A/Leg/XI/2010.

Johan Evandy Rangkuty dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lebih subsidair, Pasal 15 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KAKAK BERADIK

Sementara dalam perkara kakak beradik Risma Siahaan dan Ryborn Tua Siahaan, di mana Risma Siahaan merupakan suami almarhum Maringan Sitompul dan tetap tinggal di Jalan Sutomo Nomor 11 Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, tanpa sepengetahuan dan izin dari PT. KAI (Persero).

Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Ryborn Tua Siahaan menghalang-halangi proses pengukuran tanah yang dilakukan oleh Petugas Kantor Pertanahan Kota Medan dalam rangka penerbitan sertifikat yang dimohonkan oleh PT KAI (Persero).

“Sejak terdakwa Risma Siahaan menikah pada tahun 1981. Sebelumnya, mertua (Washington Sitompul) dan suami terdakwa Risma Siahaan (Maringan Sitompul) telah lebih dahulu tinggal di rumah tersebut.

Bahwa setelah Washington Sitompul meninggal dunia 17 Oktober 1990. Bahwa selanjutnya pada tahun 2007 terdakwa Ryborn Tua Siahaan ikut tinggal bersama kakaknya, Risma Siahaan. Namun setelah Maringan Sitompul meninggal dunia, Risma Siahaan selaku istri Maringan Sitompul, tidak mengembalikan tanah dan bangunan aset PT KAI (Persero).

Akibat perbuatan kedua terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp21.911.000.000. Keduanya pun dijerat dengan dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Lebih subsidair, Pasal 15 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hakim ketua Sarma Siregar melanjutkan persidangan, Senin depan (30/6/2025) untuk pemeriksaan saksi-saksi dikarenakan ketiga terdakwa melalui tim penasihat hukumnya, tidak mengajukan nota keberatan dengan dakwaan JPU (eksepsi). (ril/wil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *